Sunday 6 September 2009

caffeinne pills

gue baru tau ada yang namanya pil kafein. Edian mantep abis!! KAlo kepepet begadang, juara deh nih pil buat jadi doping. Sial, gue baru tau sekarang. Kalo taunya dari kmaren2, pasti gue udah nyetok deh tuh!! hihihih...

Wednesday 2 September 2009

flat..

Beberapa waktu lalu, hubungan kembali terjalin kembali antara gue dan si kampret itu. Cerita punya cerita, ternyata dia udah bubaran ama ceweknya, which means, gajadi kawin. Kalo ngeliat gelagatnya, dia pengen balik ama gue. Sepertinya kalo perasaan gue masih sama, pastinya gue akan menyambut. Yang aneh adalah, setelah gue tau dia putus, daya tariknya jadi hilang. Well, probably because I can proof that I finally win. But at some reason, I don't see the future in our relationshit. Sepertinya gue keras menentang rencana Tuhan kalo bilang ga mungkin, so let me put it this way. Gue ngebuka kesempatan buat siapa pun yang punya niat baik buat mengenal gue lebih jauh. But especially for him, I believe there are too many chances I have given that he just let it slipped away. Too many that I lost count. Too many that I had zero inventory. This time, he has to earned it. He has to fix it. And if he doesn't, I'm not the one who lost.

Wait....on a second thought, this feeling is probably not love, melainkan keinginan untuk memiliki. Kebutuhan untuk mengkonfirmasi kalo dia emang masih berada di bawah bayang2 gue. Dan setelah itu terkonfirmasi, I don't see the point of hangging around anymore. Gue gak lagi ngerasa kehilangan atas ketidak hadirannya di dalam kehidupan gue, juga nggak punya keinginan buat menghubungi atau cari tau keadaannya. Gue bener2 cuek, ampe bebek aja kalah cuek. Keributan ringan yang berujung dengan dia ngapus PIN bbm gue juga ga gue tanggepin dengan sakit hati atau berlarut2. Gue malah cuman ketawa ketiwi cengengesan tanpa berniat buat memperbaiki keributan itu.

Hell yeah, I'm not going to be the one who fixed it. He has to manage himself. Earn his respect by pushing himself to the very limit. I have no room for a lazy man who always wants things to be done instantly. Realizing that my expectations towards him (or any other man who wants to be around) is quite high, it means I expect him to change drastically. It also means that...I don't take him the way he is now...or in a bit sarcastic words, I sahll say that he's not the one that I want...

Oh dear, I do have a wicked bitch side after all...

cultural trap

HAri ini gue abisin di kampus buat nulis disertasi yang deadline-nya seminggu lagi. Ga keruan rasanya, blom lagi tragedi ama supervisor yang di satu sisi bikin gue drop, tapi di sisi lain bikin semangt. Anyway, tadi di library temen gue dapet ajakan makan malem, dimana dia ngajak gue ikutan. Well, why not kan?? Rejeki ga boleh ditolak cing...

Abis gue+tmen gue dijemput dan sembari nungguin pizza, salah seorang dari kita berlima di mobil Aki ditelpon ama bokapnya. Buat background, si Brinda ini orang India yang tinggal di Dubai. Setelah kuliah kelar, bokapnya stengah mati ngebujuk dan memaksa dia buat balik ke Dubai supaya bisa cari jodoh. Yes...JODOH. Bukan sekedar angan2 doang urusan perjodohan ini, tapi bokapnya emang bener2 niat nyariin dia jodoh yang seiman, sesuku, se kasta, dan sederajat. Bahkan bokapnya bikin webpage di sebuah website perjodohan serius untuk orang2 se-suku daerahnya itu, dan udah menemukan calon yang tepat. Tepat disini maksudnya karna bokapnya udah cocok sama bokapnya si calon suami dan si calon suami memenuhi kriteria yang ditulis di website itu.

Nah, sementara di satu sisi, Brinda ini bner2 ogah banget buat mikirin kawin. Menurut dia, dia merasa dia masih muda, banyak kesempatan yang terbuka, yang gabisa dia dapetin kalo dia ujung2nya balik buat dikawinin. Dia pengen banget ngerasain idup mandiri, lepas dari tata krama kolot ala keluarganya itu. Dia ngerasa kayak selama ini dia ada di genggaman bokapnya, dan sekarang kalo dia kawin, dia akan jatuh ke genggaman seorang pria. Dari genggaman ke genggaman, kapan waktu buat diri sendirinya?? Di sisi lain, gimanapun juga dia gabisa ngelawan arus keluarga. Urusan adat terlalu 'penting' buat ditentang. Kalau dia ampe membangkang, urusannya bisa ampe dibuang ama keluarga dan ga diakuin lagi. Jadi sebenernya nasib si Brinda ujung2nya tetep aja "ikut apa kata bokap, menomer satukan keluarga" at all cost.

Ngeliat si Brinda ini ngebuat gue jadi prihatin, ni anak pikirannya pasti galau banget. Dia cewek mandiri yang berpikiran maju, disekolahin di universitas bagus, dengan prestasi yang juga memuaskan. Sayang kalo talenta dan potensi yang ada hanya berakhir di pelaminan. Alias, ga balik modal. Kalo sekolah cuman atribut doang, musti ke Jakarta dia, buat beli ijazah, dan semua beres. Sebenernya Brinda pun nggak menolak buat kawin, asalkan: (1) dia dikasih kesempatan buat berdiri sendiri; (2) dia nemuin sendiri si CPP nya. I am totally agree when she said :

"it doesn't matter if he's qualified with the criteria or not, I just wanna make sure that I ended up with someone who can take care of me. And studying through a webpage would never guarantee such quality"

Responding to reason number (1), I think she is a young girl about to conquer the world, yet her free spirit is trapped in her own culture. Gimanapun dia mencoba lari, tetep ga akan bisa keluar dari pagar2 baja yang dibangun kokoh ama bokapnya. What's the point achieving Master degree then if culture still holding her back?.. I wish she could have the freedom I always have, I am sure she'll be a good one :)

No matter what happens, I hope she has the ability to nurture the spirit, maybe transform it in a different way, because whenever there's a threat, there lies oppotunities...It all depends on your point of view..